Minggu, 11 Oktober 2015

Beda Tugas Apoteker dan dokter

Beberapa waktu yang lalu dan belakangan ini media sosial ramai memperdebatkan tentang peranan Apoteker dan Dokter beserta sinergitas diantara keduanya. Hingga ada seorang pemimpin sebuah propinsi di Indonesia sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial entah diplintir oleh media ataupun berlebihan saat memuatnya di beberapa media cetak dan elektronik.
dr. Nurrobbi Kunsantri
Salah satu pernyataannya adalah “dokter jangan sok jadi Apoteker”. Hal ini membuat redaksi AKU mendatangi seorang alumni FK-UMM yang dahulunya bekerja di Departemen Onkologi Rumah Sakit dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan untuk mendengarkan pendapat beliau. Seperti yang sudah kami tebak sebelumnya beliau hanya tersenyum sedikit mendengar pendapat kontroversial tersebut. Beliau menyatakan bahwa segala keputusan berkaitan dengan medis hendaknya juga diatur oleh yang berkompeten di bidangnya sehingga tidak timbul salah persepsi diantara masyarakat. Disana kami mendapatkan argumen dari beliau berupa tugas dan peranan Apoteker bersinergi dengan dokter.
Ruang Kemoterapi saat PIT-IKABI RSKD

“Yah itu sebenarnya justru membuat hubungan Apoteker dan dokter yang sudah harmonis menjadi sedikit terganggu, sebenarnya kita sejajar yakni Apoteker dan dokter karena di ranah masing-masing, misalnya saja dalam hal penanganan kemoterapi tidak serta merta dokter yang meracik obat kemoterapi sendiri karena sangat berbahaya, begitu pula sebaliknya resep obat kemoterapi tidak mungkin didiagnosis penyakit tersebut oleh Apoteker karena sama berbahayanya”. Jelas dokter yang bernama lengkap dr. Nurrobbi Kunsantri ini sambil tersenyum. Beliau kemudian menjelaskan dengan contoh yaitu salah satu obat kemoterapi.

“Saya beri contoh ini adalah tugas Apoteker high class, beliau menyiapkan obat kemoterapi dari dokter bedah onkologi berupa yang paling mudah saja ini contohnya Gemsitabin, bagaimana mekanisme pengolahan obat dan peracikannya serahkan pada Apoteker begini sediaannya obat ini tersedia dalam bentuk larutan infus 1-1,2 g/m2. Nah coba gimana bikinnya kalau bukan apoteker ? antum (anda) bisa ? atau yang lebih mudah lagi Cyclophosphamide hayo apa antum sebagai dokter bisa ?

“Begitu juga dengan indikasi pemberiaannya ? indikasinya adalah Ca Paru, Ca cerviks, nah obat-obat sitostatika tersebut juga indikasi pemberiaan beserta dosisnya adalah ahli onkologi berupa dokter bedah onkologi, dokter konsultan obsetri, dan juga ahli hematologi, nah apa itu tugas Apoteker yang melakukannya ?, kan tidak juga". jelasnya.

“Begitu juga dengan perawat khusus kemoterapi yang tugasnya tidak juga bisa digantikan oleh apoteker dan dokter, mereka yang lebih paham saat pemberian obat-obatan sitostatika tersebut karena berada di ruangan yang melakukan observasi meliputi tanda-tanda vital dan menenangkan pasien saat pemberian obat-obatan tersebut”. Nah mengenai perawat tersebut ada juga kriterianya apa saja yuk ? ini dia …

“Petugas atau perawat yang diizinkan untuk memberikan obat sitostatika adalah mereka yang sudah mendapat pendidikan tentang cara menangani obat sitostatika, tahu kemungkinan resiko yang terjadi akibat obat sitostatika, cara penatalaksanaan alat-alat yang terkontaminasi, juga tahu pencegahan paparan terhadap perawat”. Belum selesai ? ini adalah larangan atau peringatan pada petugas yang tidak diizinkan untuk memberikan obat sitostatika. Apa saja ? yang pertama wanita hamil dan menyusui, perawat yang tidak memakai pelindung, juga mahasiswa perawat yang sedang praktek, itu tidak boleh, antum bisa ?”


Mendengar penjelasan tersebut kami manggut-manggut dan mulai makin memahami peran serta masing-masing tenaga medis sehingga seluruh komponen berperan serta di bidangnya tanpa terpengaruh aspek-aspek yang dapat merusak keharmonisan hubungan antar tenaga kesehatan demi terciptanya pengobatan yang terbaik bagi pasien. (dkn)

Baca Juga :


Share This Article


0 komentar:


Setujukah anda dengan "dokter Layanan Primer"(DLP) ?