Majalah klasik pertama di Kedokteran UMM

Masih ingatkah teman-teman akan sampul buku ini ? Bagaimana sejarah terbitnya majalah kontroversial ini ?

dr. Indra S, Sp.THT-KL Terobsesi Aplikasikan Etos Belajar Samurai Pada Mahasiswa FK-UMM

Mengapa beliau terobsesi ? apa saja pengalaman yang beliau dapatkan selama berguru disana ?, selengkapnya lihat laporan khusus disini.

dr. Basirun, MARS Serukan Pentingnya Lembaga Bantuan Hukum untuk dokter

Pentingnya sebuah ikatan alumni untuk memberi perlindungan hukum bagi para lulusan FK di era globalisasi yang penuh dengan badai fitnah, tuntutan, dan sorotan hukum.

Perwakilan Borneo dr. Fachriza Effendi serukan perlindungan terhadap Koas

Ia berharap meskipun baru S.Ked dokter muda juga sudah termasuk alumni yang harus dilindungi.

Mantan KASAD : "Kabar gembira bagi kita semua, kita punya ikatan alumni !"

Mantan KASAD (Kepala Staf Asisten Dosen) Anatomi FK-UMM dr. Yoyok Subagijo sangat antusias dan mendukung pembentukan Ikatan Alumni.

Sabtu, 17 Oktober 2015

Ini Penjelasan Resmi tentang Masker oleh Perhimpunan dokter Paru Indonesia

Kabut asap yang melanda negeri ini sudah menjadi bencana yang bersifat nasional. Berbagai berita bermunculan di masyarakat. Ada surat terbuka yang mengatakan pemerintah menghemat anggaran karena tidak memberikan masker N95. Dan berbagai kontroversial berkembang di masyarakat. Untuk itu alumnikedokteranumm.com mencoba menelusuri informasi dan rumor yang berkembang di masyarakat dan mendapatkan penjelasan resmi dari kolegium dokter ahli paru Indonesia. Bagaimana penjelasannya ? kita simak berikut ini.

Ilustrasi
Berikut Penjelasan penggunaan masker oleh Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
1.      Komponen asap kebakaran hutan terdiri atas: GAS ( CO, CO2, NOx, SOx, Ozone dan lainya), PARTIKULAT (PM10, PM2.5, Ultrafine particles) dan UAP. Masing masing memiliki dampak terhadap kesehatan. Sampai saat ini tidak ada satupun Jenis masker/respirator yang dapat memproteksi terhadap semua komponen GAS dari asap kebakaran hutan.
2.      Sesuai dengan konsep pencegahan primer, sekunder dan tersier di dalam hubungannya dengan risiko kesehatan akibat pajanan bahan berbahaya termasuk asap kebakaran hutan, penggunaan alat pelindung diri seperti masker / respirator direkomendasikan untuk digunakan oleh orang-orang yang terpajan asap kebakaran hutan.
3.      Masker ataupun respirator didesain untuk mengurangi pajanan partikulet (PM)
4.      Penggunaan masker bedah (surgical mask) pada kasus kebakaran hutan memiliki manfaat untuk mengurangi pajanan masuknya partikel ke dalam saluran napas . Berdasarkan penelitian / literatur masker bedah didesain untuk memfilter partikel yang besar tetapi tidak untuk partikel yang kecil, penetrasinya sekitar 60-70% partikel masih dapat masuk ke saluran napas
5.      Sehubungan dengan penggunaan respirator.
a. Terdapat banyak jenis respirator, yaitu air purifying device dan air supplying device. Air purifying device memiliki beberapa jenis seperti N100, N95, R100, P100 dan lainnya yang didasarkan pada kemampuannya memfiltrasi partikel.
b. Masker N95 merupakan masker yang cukup baik karena dapat menghalangi 95% partikel yang masuk (terutama PM10) JIKA: digunakan dengan teknik dan cara yang tepat (dibutuhkan individuality fit test). Beberapa penelitian penggunaan masker N95 dan masker bedah tidak berbeda bermakna dari segi kejadian ISPA akibat pajanan asap kebakaran hutan. Hal ini berhubungan dengan teknik penggunaan masker N95 yang tidak tepat. Sehingga manfaatnya hampir sama dengan penggunaan masker bedah biasa. JIKA digunakan dengan teknik dan cara yang benar, masker N95 dapat mengurangi gejala pernapasan yang timbul akibat pajanan asap kebakaran.
c. Penggunaan masker N95 mempunyai keterbatasan berupa ketidaknyamanan penggunaannya dan penggunaannya terbatas maksimal hanya 8 jam (disposable).
d. Penggunaan masker N95 berdasarkan literatur direkomendasikan pada kondisi berikut ini:
i. Seseorang yang harus berada diluar ruangan saat kondisi asap cukup pekat ( dilihat dari kualitas udara. PM10 atau ISPU)
ii. Dengan syarat harus dengan “ individual fit test” agar kemampuan proteksinya terjamin dengan baik
e. Penggunaan masker N95 tidak direkomendasikan pada :
i. Di dalam rumah
ii. Anak-anak
iii. Ibu hamil
iv. Orang tua (lansia)
v. Pasien dengan penyakit kardiovaskuler, penyakit paru kronik.
Penelitian tentang penggunaan berbagai jenis masker pada kondisi kebakaran hutan masih terus berjalan .
Demikian keterangan dari kami, semoga bermanfaat.
Jakarta, 8 Oktober 2015
Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FAPSR
Sekretaris Umum PDPI

Baca Juga :

Minggu, 11 Oktober 2015

Beda Tugas Apoteker dan dokter

Beberapa waktu yang lalu dan belakangan ini media sosial ramai memperdebatkan tentang peranan Apoteker dan Dokter beserta sinergitas diantara keduanya. Hingga ada seorang pemimpin sebuah propinsi di Indonesia sempat mengeluarkan pernyataan kontroversial entah diplintir oleh media ataupun berlebihan saat memuatnya di beberapa media cetak dan elektronik.
dr. Nurrobbi Kunsantri
Salah satu pernyataannya adalah “dokter jangan sok jadi Apoteker”. Hal ini membuat redaksi AKU mendatangi seorang alumni FK-UMM yang dahulunya bekerja di Departemen Onkologi Rumah Sakit dr. Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan untuk mendengarkan pendapat beliau. Seperti yang sudah kami tebak sebelumnya beliau hanya tersenyum sedikit mendengar pendapat kontroversial tersebut. Beliau menyatakan bahwa segala keputusan berkaitan dengan medis hendaknya juga diatur oleh yang berkompeten di bidangnya sehingga tidak timbul salah persepsi diantara masyarakat. Disana kami mendapatkan argumen dari beliau berupa tugas dan peranan Apoteker bersinergi dengan dokter.
Ruang Kemoterapi saat PIT-IKABI RSKD

“Yah itu sebenarnya justru membuat hubungan Apoteker dan dokter yang sudah harmonis menjadi sedikit terganggu, sebenarnya kita sejajar yakni Apoteker dan dokter karena di ranah masing-masing, misalnya saja dalam hal penanganan kemoterapi tidak serta merta dokter yang meracik obat kemoterapi sendiri karena sangat berbahaya, begitu pula sebaliknya resep obat kemoterapi tidak mungkin didiagnosis penyakit tersebut oleh Apoteker karena sama berbahayanya”. Jelas dokter yang bernama lengkap dr. Nurrobbi Kunsantri ini sambil tersenyum. Beliau kemudian menjelaskan dengan contoh yaitu salah satu obat kemoterapi.

“Saya beri contoh ini adalah tugas Apoteker high class, beliau menyiapkan obat kemoterapi dari dokter bedah onkologi berupa yang paling mudah saja ini contohnya Gemsitabin, bagaimana mekanisme pengolahan obat dan peracikannya serahkan pada Apoteker begini sediaannya obat ini tersedia dalam bentuk larutan infus 1-1,2 g/m2. Nah coba gimana bikinnya kalau bukan apoteker ? antum (anda) bisa ? atau yang lebih mudah lagi Cyclophosphamide hayo apa antum sebagai dokter bisa ?

“Begitu juga dengan indikasi pemberiaannya ? indikasinya adalah Ca Paru, Ca cerviks, nah obat-obat sitostatika tersebut juga indikasi pemberiaan beserta dosisnya adalah ahli onkologi berupa dokter bedah onkologi, dokter konsultan obsetri, dan juga ahli hematologi, nah apa itu tugas Apoteker yang melakukannya ?, kan tidak juga". jelasnya.

“Begitu juga dengan perawat khusus kemoterapi yang tugasnya tidak juga bisa digantikan oleh apoteker dan dokter, mereka yang lebih paham saat pemberian obat-obatan sitostatika tersebut karena berada di ruangan yang melakukan observasi meliputi tanda-tanda vital dan menenangkan pasien saat pemberian obat-obatan tersebut”. Nah mengenai perawat tersebut ada juga kriterianya apa saja yuk ? ini dia …

“Petugas atau perawat yang diizinkan untuk memberikan obat sitostatika adalah mereka yang sudah mendapat pendidikan tentang cara menangani obat sitostatika, tahu kemungkinan resiko yang terjadi akibat obat sitostatika, cara penatalaksanaan alat-alat yang terkontaminasi, juga tahu pencegahan paparan terhadap perawat”. Belum selesai ? ini adalah larangan atau peringatan pada petugas yang tidak diizinkan untuk memberikan obat sitostatika. Apa saja ? yang pertama wanita hamil dan menyusui, perawat yang tidak memakai pelindung, juga mahasiswa perawat yang sedang praktek, itu tidak boleh, antum bisa ?”


Mendengar penjelasan tersebut kami manggut-manggut dan mulai makin memahami peran serta masing-masing tenaga medis sehingga seluruh komponen berperan serta di bidangnya tanpa terpengaruh aspek-aspek yang dapat merusak keharmonisan hubungan antar tenaga kesehatan demi terciptanya pengobatan yang terbaik bagi pasien. (dkn)

Baca Juga :


Setujukah anda dengan "dokter Layanan Primer"(DLP) ?