Perwakilan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia
(PB-IDI) diterima oleh Anggota DPR-RI. Pada agenda tersebut diacarakan Rapat
Dengar Pendapat yang diikuti oleh Badan Legislasi DPR, PB-IDI, Kemenkes dan
Kemenristekdikti hari Khamis (27/09/16) lalu. Di Gedung Nusantara Satu tersebut
salah seorang anggota dewan berkomentar dalam rapat tersebut.
"Bagaimana angka rujukan tidak tinggi, kalau
alat yang ada di puskesmas hanya stetoskop dan alat tensi. Obatnya hanya ada
paracetamol, ctm, dan dexamethason." Meski dokter super-spesialis
sekalipun yang anda tugaskan ke tempat seperti itu, apa yang mereka bisa
lakukan dengan segala keterbatasan?
Kenapa anda tidak memperbaiki terlebih dulu
sarana dan prasarana? Kok dokternya melulu yang dianggap kurang mampu?"
 |
Anggota AKU dr. Arief AS bersama salah seorang Anggota DPR-RI yang mendukung perjuangan dokter Indonesia |
Sebagaimana
diketahui sebelumnya dokter layanan primer (DLP) adalah sebuah wacana
yang digagas Kementrian Kesehatan. Berdasarkan Naskah Akademik Dokter
Spesialis Layanan Primer – Kelompok Kerja Percepatan Pengembangan
Kebijakan Dokter Layanan Primer Surat Keputusan Bersama Menteri
Pendidikan & Kebudayaan RI dan Menteri Kesehatan RI no.1/X/SKB/2014,
no.HK.02.05/MENKES/418/2014) yand dimaksud Dokter Layanan Primer (DLP)
adalah dokter spesialis di bidang generalis, yang secara konsisten
menerapkan prinsip-prinsip Ilmu Kedokteran Keluarga, ditunjang dengan
Ilmu Kedokteran Komunitas dan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan mampu
memimpin maupun menyelenggarakan pelayanan kesehatan primer.
Dokter
yang mengikuti program pendidikan pascasarjana profesi DLP akan
memperoleh fasilitas sebagaimana peserta program pascasarjana lainnya
dan akan memperoleh ijasah serta gelar sebagaimana lulusan program
pascasarjana profesi lainnya. Sesuai dengan Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) untuk program profesi pascasarjana kedokteran,
program pendidikan DLP merupakan program pendidikan untuk mencapai KKNI
8 dan menempuh 72 SKS dalam waktu minimum 2,5 tahun.
Mayoritas anggota DPR-RI selain menerima usulan perbaikan sistem layanan kesehatan, juga menolak adanya
program DLP atau dokter Layanan Primer yang sifatnya terlalu memaksakan diri
dan perlu dikaji ulang. Naskah usulan Revisi terhadap UU No. 20 tahun 2013
tentang pendidikan kedokteran juga diterima pada pertemuan tersebut.
Para anggota legislatif itupun tak dapat
menyembunyikan kekagumannya atas organisasi yang solid tersebut. Data dan fakta
dilapangan dipaparkan secara lugas dikemas dalam sebuah persentasi yang sangat
baik. Diikuti data dari berbagai media cetak dan elektronik. Salah seorang
anggota dewan memuji atas kekompakkan para dokter Indonesia yang belum pernah
mereka lihat sebuah teamwork yang terencana
sebaik ini dalam menyampaikan pendapat. Hasil dari pertemuan tersebut
menghasilkan solusi yakni memperkuat P2KB dan revisi UU Pendidikan Kedokteran
secepatnya.
Baca Juga :