Sabtu, 07 November 2015

Ini Penjelasan KPK tentang Gratifikasi (Balasan Surat IDI)

Berikut adalah jawaban dari KPK atas surat kami mengenai "permohonan penjelasan mengenai batasan gratifikasi yang dibolehkan". Mohon disebarluaskan untuk sejawat dokter dan dokter gigi se-Indonesia

-Pertama kami sampaikan apresiasi atas kesediaan Saudara berkonsultasi kepada kami. Terkait dengan pertanyaan yang Saudara ajukan dapat kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Ketentuan tentang Gratifikasi diatur pada Pasal 12B dan Pasal 12C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU TPK), yaitu:
Pasal 12B
(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. yang nilai Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;
b. yang nilainya kurang dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum
(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Penjelasan Pasal 12B
Yang dimaksud dengan “gratifikasi” dalam ayat ini adalah pemberian dalam arti luas yakni: Meliputi pemberian uang, barang ,rabat(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan Cuma-Cuma, dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Pasal 12C
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterima kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi diterima.
2. Pasal 12B seperti dijelaskan pada poin 1 di atas menekankan bahwa gratifikasi yang terlarang adalah gratifikasi yang dianggap suap, yaitu: gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajiban atau tugas penerima. Dalam konteks penerimaan oleh dokter dari perusahaan farmasi, hal tersebut merupakan gratifikasi yang dianggap suap, dengan penjelasan:
a. Posisi perusahaan farmasi yang memproduksi dan/atau mendistribusikan obat memiliki hubungan dalam pekerjaan atau jabatan dokter. Hubungan tersebut adalah hubungan yang memiliki konflik kepentingan;
b. Perlu diperhatikan ketentuan yang terdapat pada Pasal 3 Kode Etik Kedokteran Indonesia yang ditetapkan oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia, yaitu:
1) penerimaan imbalan dari perusahaan farmasi/obat, perusahaan alat kesehatan/kedokteran atau badan lain yang dapat mempengaruhi pekerjaan dokter;
2) melibatkan diri secara langsung atau tidak langsung untuk mempromosikan obat, alat atau bahan lain guna kepentingan dan keuntungan pribadi dokter;
3. Dalam hal terdapat tawaran kursus, seminar, simposium dan semacamnya yang disponsori oleh swasta atau perusahaan farmasi, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Untuk memutus adanya potensi konflik kepentingan maka undangan atau permintaan sebagai narasumber atau peserta dapat disampaikan melalui institusi atau rumah sakit tempat dokter bekerja;
b. Honorarium yang diterima sebatas nilai wajar yang dapat mengacu pada Standar Biaya Masukan sebagaimana ditetapkan oleh Kementerian Keuangan. Standar Biaya Masukan pada tahun 2015 diatur Peraturan Kementerian Keuangan Nomor:53/PMK.02/2014 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2015.
c. Penerimaan fasilitas yang tidak terkait dengan substansi



Share This Article


0 komentar:


Setujukah anda dengan "dokter Layanan Primer"(DLP) ?