Jumat, 05 September 2014

Kemana melegalisir STR Dokter ?

Pertanyaan ini muncul ketika seorang dokter mendapati pengumuman dimana personel dokter tersebut diminta mengumpulkan STR (Surat Tanda Registrasi bagi Dokter) untuk melengkapi persyaratan tertentu, semisal pendataan ataupun mengikuti seleksi CPNS (Calon Pegawai Negeri Sipil).
Tanda tangan, suatu hari salah satu darinya mempunyai kekuatan legalisir
Garuda Emas, Tanda keaslian STR
Berdasarkan undang-undang peraturan pemerintah suatu dokumen yang terlegitimasi dari pejabat yang berwenang menjadi berkekuatan hukum setara dengan aslinya pada saat melihat dokumen tersebut. Pendelegasian Negara tersebut diberikan kepada pejabat yang berwenang ataupun instansi yang mengeluarkannya. Sehingga secara otomatis dokumen tersebut sah di mata hukum.
Ilustrasi
Kembali pada soal STR dokter yang menjadi masalah saat ini, pelegalan dokumen tersebut sudah menjadi satu paket dari STR yang secara "monopoli" satu-satunya tempat mengeluarkannya yaitu di Jakarta yang menjadi pusat penerbitan dokumen tersebut yang disahkan langsung oleh negara. Terlihat dari lambang Garuda Pancasila Emas pada lembaran tersebut dan bertuliskan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tempat dokter tersebut mengabdi, meskipun orang asing sekalipun.

Sehingga pada hakikatnya surat tersebut menjadi sangat sakral sebagai bentuk penghormatan terhadap profesi kesehatan yang terdaftar secara resmi. Begitu takutnya akan keaslian dokumen tersebut membuat para dokter bertanya-tanya, bahwa satu paket tersebut berisi empat lembar dokumen yakni STR, beserta 3 lembar kopiannya yang secara sah memiliki stempel mutlak dikeluarkan kolegium yang menyatakan dokumen tersebut sesuai dengan aslinya. Sehingga untuk memberi izin seorang dokter untuk berpraktek, maka dokter tersebut meninggalkan kopian resmi yang berjumlah 3 tersebut kepada kantor IDI di wilayah tempat dokter tersebut berpraktek.

Maka jika IDI tersebut telah berkoordinasi pada kementrian Kesehatan setempat, maka sudah seharusnya dapatlah IDI dengan mengatasnamakan hukum dapat memberi backup berupa pernyataan tentang keaslian dokumen anggotanya meski telah difotokopi. Mengingat pada pendaftaran CPNS tersebut jika beresiko untuk hilang atau tercecer, maka STR yang hilang tersebut tidak merugikan dokter yang bersangkutan. Pada dasarnya jika STR kopian yang dikeluarkan kolegium berjumlah 3 lembar, maka STR tersebut sayang jika digunakan untuk pendaftaran yang beresiko untuk tidak kembali pada pemiliknya dalam bahasa kasar disebut hilang.

Ketika hilang STR tersebut maka dokter  akan mengalami masalah pengurusan penerbitan kembali yang  sangat merepotkan. Maka sudah sepantasnya pejabat apapun dapat memverifikasikan suatu dokumen yang ketika beliau menandatangani suatu dokumen tersebut maka siap mempertanggung jawabkan/back up dokumen tersebut sesuai dengan aslinya. Tulisan itu tertera pada setiap lembaran salinan dokumen yang menyatakan "Salinan sesuai dengan aslinya" disertai tanda tangan pejabat yang melihatnya bahwa itu benar identik dengan dokumen asli. Pejabat yang berwenang tersebut antara lain:
1. Ketua Kolegium
2. Sekjend Kolegium
3. Ketua IDI Pusat dan Wilayah
4. Kepala Dinas Kesehatan Setempat
5. Kepala Instansi dimana dokter tersebut bertugas

Diluar daripada pejabat diatas dapat pula dilegalisir oleh pejabat yang memberi jaminan bahwa lembaran tersebut ada dan sesuai dengan aslinya. Jika hal itu ditolak maka tetap kuat karena dimiliki kekuatan hukum untuk mempertanggung jawabkannya di depan pengadilan karena pejabat tersebut berani dan sangat bertanggung jawab melegalkan salinan surat, yang wajiblah dokter pemohon legalisasi tersebut untuk berterima kasih padanya. Atau opsi lain adalah mengikhlaskan salinan STR yang berasal dari kolegium untuk hilang dan menunggu penerbitan STR baru yang dikeluarkan setiap 5 tahun sekali.

Share This Article


0 komentar:


Setujukah anda dengan "dokter Layanan Primer"(DLP) ?