Seorang pria pejalan kaki terjatuh di pinggir jalan dan merasa sakit di dadanya. Beberapa petugas medis dari 118 segera datang ke lokasi berdasarkan panggilan darurat dari saksi mata di lokasi kejadian. Seorang petugas membuka tas emergency kit berwarna merah dan mengeluarkan ambubag, Bisa kita tebak petugas medis tersebut akan melakukan resusitasi cardio pulmonal (CPR) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP) yang kita kenal selama ini. Namun para penonton tercengang, seorang petugas bukannya melakukan RJP namun justru memasang alat seperti tambal ban diatas dada pria pejalan kaki itu.
Beberapa detik kemudian alat tersebut bekerja ia segera memompa jantung pejalan kaki yang malang itu tanpa lelahnya. "robot" tersebut mampu melakukan kompresi dada hingga 100 kali tiap menitnya, dan dengan segera meminimalkan adanya interupsi yang menghambat jalannya resusitasi. Alat seperti tambal ban itu bernama LUCAS 2 Chest Compression System.
Alat ini diklaim mampu memberikan oksigen vital secara optimal atau perfusi menggantikan jantung sebelum terjadi iskemi otak sehingga meningkatkan survival rate kepada pasien yang dilakukan RJP hingga masuk ke dalam Return of Spontaneus Circulation (ROSC). Sebagaimana dikutip dari direktur Medis Transportasi yang menggunakannya dr. Charles Lick mengatakan "It's simple and easy to use, and it's small and compact."
Sedangkan di Indonesia sendiri dr. Asep Harirrahman seorang alumni yang juga klinisi di sebuah rumah sakit mengatakan pentingnya alat ini untuk diedarkan di seluruh pusat kesehatan seluruh Indonesia.Ia berharap alat RJP yang sepertinya terinspirasi dari tukang tambal ban di Indonesia ini dapat tersedia dan memudahkan perawat. "Ya, kasihan mbak perawat pekerjaannya jadi terbengkalai, amin ... semoga alat ini segera tersedia dan sepertinya dapat terjangkau atau cukup murah sekitar 14.900 dollar Amerika. Alumni Kedokteran UMM.com sepertinya agak menyangsikan ketersediaan alat ini karena menurut sejarah perkedokteran Indonesia alat kesehatan (alkes) selalu tidak luput dari pajak pengadaan barang mewah yang menyulitkan tenaga kesehatan.
Saat ditanya keuntungan lainnya, beliau juga mengatakan bahwa alat ini mudah langsung diletakkan di dada kemudian punggung diberi alas, ketika pasien diangkat mesin tetap berjalan dan tidak mengganggu transfer. Kemudian untuk soal kebahayaannya beresiko untuk contusio beliau mengatakan insha Allah aman karena sudah diuji secara klinis dan sudah digunakan di negara maju.
"Aman ... Insha Allah, manual kan juga beresiko terjadinya fractur costae"
Begitulah harapan kedepannya terhadap kemajuan ilmu kedokteran dan kemaslahatan umat manusia khususnya negeri Indonesia tercinta.
Kembali pada alat tersebut alumnikedokteran.com mencoba menuliskan teknik penggunaan alat tersebut yang dikutip langsung pada brosur penggunaan alat tersebut.
Lucas Generasi II Automatic CPR dan komponenya |
Letakkan posisi sesuai simbol |
Atur kecepatan kompresi dan jenisnya |
Kompresi dilakukan hingga transfer ketempat aman |
Kompresi awal dilakukan sambil mempersiapkan alat |
Setelah di ruangan kemudian diharapkan transfer dengan baik
dan menjadi ROSC
|
Memang dengan tersedianya alat tersebut ditambah AED untuk resusitasi portabel diharapkan kombinasi AED dan Lucas 2 dapat menurunkan angka kejadian kematian di tempat-tempat umum. Di sesi lain dr. Asep Harirrahman juga menyatakan harapannya. "Mudah-mudahan RS kita (RS-UMM) menjadi pelopor" kata beliau sambil tersenyum. (dkn)
Baca Juga :
Baca Juga :
dr. T. Djauhari : "Pendidikan kedokteran
menciptakan Tokoh Kemerdekaan
dr. Saiful Alam : "Pemulihan Kondisi Psikologis Anak
korban Asia Air
Dr. M. Fariz : "Pemberian Obat Anti Epilepsi dapat di STOP selamanya
Dr. M. Fariz : "Pemberian Obat Anti Epilepsi dapat di STOP selamanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkomentar
alumni.fkumm@gmail.com